Apa itu Functional Testing? Jenis, Proses, dan Tekniknya

Apa itu Functional Testing? Jenis, Proses, dan Tekniknya

Daftar Isi

Functional Testing adalah salah satu tahapan penting dalam software testing yang memastikan setiap fitur berjalan sesuai dengan kebutuhan pengguna. Anda akan menemukan bagaimana pengujian ini tidak hanya mengecek tampilan, tetapi juga memverifikasi logika dan output dari sistem. 

Artikel ini akan membahas jenis-jenisnya, proses yang umum digunakan, hingga teknik yang sering dipakai oleh para profesional. Tahapan ini bisa jadi penyelamat sebelum aplikasi mengalami kegagalan fatal di tangan pengguna. Baca seleng

Apa itu Functional Testing?

Functional testing merupakan metode penting dalam proses pengembangan dan pengujian perangkat lunak. Pengujian ini berfokus pada upaya memverifikasi bahwa setiap fungsi dalam aplikasi bekerja sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan menghasilkan output yang sesuai harapan. 

Melalui pengujian ini, tim pengembang memastikan bahwa input yang dimasukkan menghasilkan output yang sesuai, serta aplikasi memenuhi seluruh kebutuhan fungsionalnya. Perlu dicatat, functional testing tidak menilai struktur internal dari kode, fokus utamanya hanya pada bagaimana fungsi aplikasi merespons input dan output.

Pentingnya Functional Testing dalam Software

Tim pengembang menjadikan functional testing sebagai tahap yang tidak bisa diabaikan dalam proses pengembangan perangkat lunak. Pengujian ini memastikan aplikasi dapat memenuhi kebutuhan fungsional yang ditetapkan oleh pengguna maupun pemilik bisnis.

Beberapa alasan yang membuat functional testing begitu penting antara lain:

  • Menjamin Kualitas dan Fungsi Aplikasi:  Pengembang menggunakan pengujian ini untuk mendeteksi bug atau kesalahan dalam fungsi aplikasi sebelum sampai ke tangan pengguna.
  • Memenuhi Kebutuhan Pengguna dan Bisnis: Functional testing membantu memastikan aplikasi bekerja seperti yang diharapkan oleh pengguna dan memenuhi kebutuhan bisnis. Ini juga membantu tim menciptakan aplikasi yang mudah digunakan, terutama pada sistem kompleks yang melibatkan banyak pengguna.
  • Mengurangi Risiko: Dengan mendeteksi dan memperbaiki masalah fungsi sebelum aplikasi dirilis, pengujian ini mampu mengurangi risiko munculnya kesalahan setelah peluncuran. Hal ini turut mencegah kerugian finansial dan menjaga reputasi perusahaan dari dampak negatif akibat kegagalan aplikasi.
  • Memastikan Kepatuhan dan Keandalan: Tim pengembang juga menggunakan functional testing untuk memastikan bahwa aplikasi memenuhi standar yang ditetapkan terkait keamanan, keandalan, dan fungsionalitas.
  • Mendorong Perbaikan Berkelanjutan: Dengan mengidentifikasi area yang masih bisa ditingkatkan, pengujian ini membantu pengembang membuat perangkat lunak yang lebih efisien dan efektif. Dampaknya, kepuasan pelanggan meningkat dan hasil bisnis pun menjadi lebih positif.

Tanpa pengujian fungsional yang memadai, risiko meluncurkan aplikasi yang tidak stabil atau tidak memenuhi ekspektasi pengguna akan semakin besar. Oleh karena itu, perusahaan pengembang perangkat lunak harus menjadikan functional testing sebagai prioritas untuk memastikan kesuksesan produk yang mereka rilis.

Proses Functional Testing

Sebelum sebuah aplikasi diluncurkan ke pengguna, tim pengujian perlu melalui proses functional testing untuk memastikan bahwa semua fungsinya berjalan sesuai kebutuhan. Proses ini mencakup beberapa tahapan sistematis yang bekerja secara berurutan.

1. Mengidentifikasi Persyaratan

Langkah pertama dimulai dengan mengidentifikasi persyaratan. Tim pengujian bekerja sama dengan pengembang dan pemangku kepentingan untuk memahami fungsi-fungsi utama yang harus diuji. 

Mereka menetapkan prioritas, merujuk pada dokumen requirement, dan menyusun rencana pengujian. Di tahap ini, mereka juga menentukan jadwal, sumber daya yang dibutuhkan, serta strategi pengujian yang akan digunakan.

2. Membuat Test Case

Setelah memahami kebutuhan aplikasi, tim mulai merancang test case. Mereka menyusun skenario pengujian untuk memastikan setiap fitur berjalan sebagaimana mestinya. Setiap test case mencakup langkah-langkah uji, data uji yang dibutuhkan, serta hasil yang diharapkan. 

3. Mengeksekusi Testing

Selanjutnya, tim menjalankan pengujian sesuai dengan test case yang telah dibuat. Mereka mengikuti setiap langkah, mencatat hasilnya, dan mencermati apakah fungsi aplikasi berjalan sesuai harapan. Bila menemukan bug atau kesalahan, tim segera mencatat dan menandainya untuk ditinjau lebih lanjut.

4. Mengevaluasi Hasil

Setelah pengujian selesai, tim membandingkan hasil aktual dengan hasil yang diharapkan. Jika ada perbedaan, mereka mencatatnya sebagai bug dan melaporkannya ke tim pengembang. 

Setelah pengembang memperbaikinya, tim pengujian kembali menjalankan tes untuk memastikan masalah benar-benar terselesaikan. Seluruh hasil kemudian dirangkum dalam laporan pengujian.

5. Regression Testing

Sebagai langkah akhir, tim melakukan regression testing. Pengujian ini penting untuk memastikan bahwa perubahan atau perbaikan sebelumnya tidak menimbulkan masalah baru di bagian lain aplikasi. Dengan demikian, tim bisa menjaga agar aplikasi tetap stabil dan dapat diandalkan sebelum digunakan oleh pengguna sesungguhnya.

Jenis-jenis Functional Testing

Sebelum masuk ke pengujian yang lebih dalam, Anda perlu mengenal berbagai jenis functional testing yang umum digunakan dalam proses pengembangan perangkat lunak. Masing-masing memiliki peran penting dalam memastikan sistem berjalan sesuai harapan dari awal hingga akhir.

Jenis-jenis Functional Testing

1. Unit Testing

Unit testing menguji bagian terkecil dari aplikasi (biasanya berupa fungsi atau modul) secara terpisah. Pengembang biasanya mengisolasi komponen ini dari bagian lain dalam kode agar bisa mengidentifikasi apakah fungsi tersebut bekerja sebagaimana mestinya, tanpa dipengaruhi oleh perubahan lain di dalam sistem. 

2. Integration Testing

Setelah bagian-bagian kecil aplikasi diuji secara terpisah, pengembang melanjutkan dengan integration testing. Pengujian ini memastikan bahwa berbagai modul dalam sistem bisa berinteraksi dan bekerja sama dengan baik. 

Tujuannya adalah mengidentifikasi masalah yang mungkin muncul saat modul-modul yang berbeda saling berkomunikasi, termasuk dalam integrasi dengan sistem eksternal.

3. System Testing

Berbeda dari sebelumnya, system testing menguji keseluruhan aplikasi sebagai satu sistem utuh. Pengujian ini tidak hanya fokus pada kode internal, tetapi juga pada apakah seluruh sistem memenuhi spesifikasi dan kebutuhan yang telah ditentukan sejak awal. Pengujian ini penting untuk memastikan tidak ada bagian dari sistem yang terlewat.

4. User Acceptance Testing (UAT)

Di tahap akhir, tim akan melakukan User Acceptance Testing (UAT) untuk memastikan aplikasi memenuhi harapan. Pengujian ini biasanya dilakukan langsung oleh pengguna akhir atau perwakilan mereka dalam lingkungan yang menyerupai kondisi nyata. Tujuannya untuk mengumpulkan umpan balik dan memastikan bahwa aplikasi siap digunakan secara publik.

5. Smoke Testing

Sebelum masuk ke pengujian mendalam, tim melakukan smoke testing sebagai langkah untuk mengecek kestabilan aplikasi secara umum. Pengujian ini memastikan bahwa versi terbaru aplikasi dapat dijalankan tanpa error besar. Jika lulus tahap ini, aplikasi dianggap layak diuji lebih lanjut. Istilah lain untuk pengujian ini adalah Build Verification Testing.

Teknik-teknik Functional Testing

Sebelum menerapkan functional testing, penting untuk memahami teknik-teknik yang bisa digunakan. Setiap teknik berfokus pada aspek yang berbeda dari sistem, baik dari sisi struktur internal maupun fungsionalitas eksternal.

Teknik-teknik Functional Testing

1. Pengujian Black-box (Black-box Testing)

Dalam pengujian black-box, penguji menilai fungsi perangkat lunak tanpa melihat struktur internal atau logika kode. Mereka hanya memperhatikan input dan output—apakah hasil yang muncul sesuai dengan ekspektasi berdasarkan spesifikasi sistem.

  • Cara kerja: Penguji menyusun dan menjalankan skenario uji berdasarkan kebutuhan fungsional aplikasi. Mereka memasukkan data, lalu memeriksa apakah output-nya benar.
  • Kelebihan: Teknik ini cocok untuk menguji fungsi kompleks tanpa perlu memahami kode program.
  • Kekurangan: Metode ini tidak dapat mendeteksi kesalahan dalam logika kode, dan kualitas pengujian sangat tergantung pada kejelasan spesifikasi.
  • Hasil: Pengujian ini memberikan hasil sederhana: pass jika hasil sesuai, dan fail jika tidak. Ini membantu tim pengembang menemukan dan memperbaiki kesalahan sebelum aplikasi dirilis.

2. Pengujian White-box (White-box Testing)

Pada pengujian white-box, penguji melihat langsung ke dalam struktur internal aplikasi dan menggunakan pemahaman mereka terhadap logika kode untuk menyusun skenario uji.

  • Cara kerja: Penguji mengevaluasi alur kontrol, percabangan, dan jalur eksekusi dalam kode. Mereka mencari kesalahan logika dan bug tersembunyi.
  • Kelebihan: Teknik ini memberi pemahaman mendalam terhadap kode, sehingga lebih mudah menemukan kelemahan implementasi.
  • Kekurangan: Pengujian ini memerlukan keahlian dalam membaca kode, dan cakupan uji tergantung pada pengetahuan penguji terhadap sistem.

3. Pengujian Grey-box (Grey-box Testing)

Pengujian grey-box menggabungkan pendekatan black-box dan white-box. Di sini, penguji memiliki pengetahuan terbatas tentang struktur internal aplikasi.

  • Cara kerja: Penguji menggunakan informasi sebagian dari kode untuk membuat skenario uji, sambil tetap menilai fungsionalitas dari luar seperti pada black-box testing.
  • Kelebihan: Teknik ini menawarkan keseimbangan—penguji bisa mengeksplorasi fungsi sekaligus memahami sebagian logika internal.
  • Kekurangan: Dibutuhkan keahlian khusus agar pengujian berjalan efektif, dan cakupannya tidak seluas white-box testing.

4. Pengujian Otomatis (Automated Testing)

Pengujian otomatis memanfaatkan perangkat lunak untuk menjalankan tes secara otomatis, terutama pada bagian yang sering diulang seperti regression testing.

  • Cara kerja: Penguji menulis test script menggunakan alat atau kerangka kerja otomatis, lalu menjalankannya untuk menguji fungsi aplikasi tanpa intervensi manual.
  • Kelebihan: Teknik ini mempercepat proses uji, menghemat waktu dan tenaga, serta mendukung pengujian rutin dalam jangka panjang.
  • Kekurangan: Penerapan awal membutuhkan waktu dan sumber daya untuk membuat script. Selain itu, pengujian otomatis kurang efektif untuk aspek visual dan pengalaman pengguna.
  • Alat: Beberapa alat populer yang digunakan antara lain Selenium WebDriver, Appium, Playwright, TestNG, Cypress, Robot Framework, Postman, Jest, SoapUI, dan Katalon Studio. Tim penguji dapat memilih antara pustaka open-source, alat komersial spesifik, atau platform manajemen kualitas perangkat lunak yang menyeluruh.

Tools Functional Testing yang sering Digunakan

Memilih tools yang tepat untuk functional testing sangat penting agar proses pengujian berjalan efektif dan efisien. Anda bisa memilih mulai dari tools berbasis open-source, alat komersial khusus, hingga platform manajemen kualitas perangkat lunak yang lebih komprehensif. Berikut penjelasan lengkapnya:

1. Open-Source Functional Testing Tools / Libraries / Framework

Tim QA sering memulai dengan open-source karena fleksibilitas dan biayanya yang rendah. Mereka membangun framework pengujian dengan menggabungkan berbagai library pengujian untuk menciptakan lapisan abstraksi yang mempermudah penggunaan dan memperluas fungsionalitasnya.

Beberapa tools dan komponen umum yang mereka gunakan antara lain:

  • Libraries of functions seperti Selenium, Playwright, Appium, dan Rest Assured
  • Browser drivers seperti geckodriver dan chromium
  • Design patterns seperti Page Object Model, Screenplay, dan Fluent
  • Coding standards seperti KISS, DRY, dan camelCasing
  • Struktur manajemen artefak pengujian seperti object repositories dan helper utilities
  • Test reports dan execution logs melalui plugins atau struktur pelaporan lainnya

Kelebihan:

  • Tidak membutuhkan biaya langsung, hanya waktu dan keahlian.
  • Sangat fleksibel dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan tim.

Kekurangan:

  • Membutuhkan pemahaman mendalam tentang coding dan testing.
  • Proses setup memakan waktu sebelum bisa digunakan untuk pengujian sebenarnya.
  • Pemeliharaan dan penyelesaian error saat runtime cukup menyita waktu.

2. Single-Point Commercial Automation Testing Tool

Alat ini berbayar dan dirancang untuk satu jenis pengujian tertentu. Biasanya digunakan untuk kebutuhan yang sangat spesifik seperti pengujian web, mobile, atau API.

Kategori penggunaannya bisa meliputi:

  • Berdasarkan sistem yang diuji (web, mobile, API, atau desktop)
  • Berdasarkan fungsi (perancangan, eksekusi, pelaporan)
  • Berdasarkan jenis pengujian (UI atau API testing)

Contoh:

  • Postman: fokus pada pengujian performa, keamanan, dan fungsi API

Kelebihan:

  • Sangat efektif untuk pengujian fitur tertentu secara mendalam

Kekurangan:

  • Kurang fleksibel untuk dikembangkan lebih lanjut
  • Tidak cocok untuk tim yang butuh pengujian menyeluruh lintas fitur

Contoh alat lain yang relevan:

  • SoapUI: untuk pengujian otomatis layanan web dan API

3. Software Quality Management Platform

Platform ini menyatukan semua kebutuhan pengujian dalam satu ekosistem. Artinya, Anda tidak perlu berganti-ganti alat karena semua proses pengujian, dari perencanaan hingga pelaporan, bisa dilakukan di satu tempat.

Kelebihan:

  • Mempercepat alur kerja pengujian karena semua proses saling terhubung
  • Memberikan tampilan menyeluruh terhadap semua aktivitas pengujian dan hasilnya

Contoh:

  • Katalon Studio: solusi otomatisasi pengujian menyeluruh untuk web, mobile, dan API

Jenis platform ini sangat cocok untuk tim besar yang membutuhkan kontrol penuh atas kualitas perangkat lunak dari awal hingga akhir.

Functional Testing Tidak Boleh Diabaikan

Functional testing adalah dasar penting untuk memastikan aplikasi benar-benar bekerja sesuai harapan pengguna dan tujuan bisnis. Anda telah melihat bagaimana jenis pengujian, tahapan proses, teknik yang digunakan, hingga pemilihan tools berperan besar dalam menjamin kualitas dan keandalan perangkat lunak.

Dengan menerapkan functional testing secara sistematis dan tepat, tim pengembang bisa menghindari risiko besar seperti bug kritis, pengalaman pengguna yang buruk, hingga kerugian reputasi. Jadi, jika Anda ingin merilis aplikasi yang tangguh, stabil, dan memenuhi standar kualitas, mulailah dengan memastikan setiap fungsi diuji secara menyeluruh.

FAQ (Frequently Asked Question)

Bagaimana functional testing dapat dipengaruhi oleh integrasi layanan pihak ketiga dalam sebuah aplikasi?

Integrasi layanan pihak ketiga sering kali membawa ketergantungan eksternal yang bisa memengaruhi validasi fungsi inti aplikasi. Functional testing perlu memasukkan skenario di mana API lambat, tidak konsisten, atau mengembalikan error, untuk memastikan aplikasi tetap memberikan respon yang benar sesuai kebutuhan pengguna tanpa melanggar spesifikasi.

Mengapa functional testing pada sistem berbasis microservices lebih kompleks dibandingkan pada aplikasi monolitik?

Karena microservices bersifat terdistribusi dan setiap layanan memiliki fungsi spesifik, functional testing harus mempertimbangkan interaksi antar layanan, dependensi asinkron, serta konsistensi data antar modul. Kegagalan pada satu layanan bisa memengaruhi hasil pengujian fungsional secara keseluruhan.

Bagaimana pendekatan contract testing dapat melengkapi functional testing?

Contract testing memastikan komunikasi antar sistem mengikuti kontrak API yang telah disepakati, sementara functional testing fokus pada validasi output sesuai kebutuhan. Menggabungkan keduanya dapat meminimalisir error akibat perubahan API yang tidak kompatibel, sehingga hasil functional testing lebih stabil.

Dalam konteks aplikasi dengan AI/ML, bagaimana memastikan functional testing tetap relevan?

Functional testing pada sistem AI/ML sulit karena hasil bisa bersifat probabilistik. Untuk menjaga relevansi, pengujian biasanya difokuskan pada validasi fungsi non-AI, sementara output berbasis model diuji menggunakan threshold atau acceptance criteria tertentu agar tetap sesuai kebutuhan bisnis.

Bagaimana functional testing menangani perbedaan perilaku pada berbagai perangkat atau platform?

Pengujian harus mencakup variasi lingkungan, termasuk OS, browser, resolusi layar, dan perangkat keras. Functional testing biasanya dibantu dengan test automation yang dijalankan pada test grid atau cloud environment untuk memastikan konsistensi fungsi di berbagai platform.

Mengapa functional testing bisa gagal mendeteksi masalah pada workflow yang kompleks?

Functional testing biasanya memvalidasi fitur secara modular sesuai requirement. Namun, workflow kompleks yang melibatkan kombinasi fitur sering kali melahirkan bug pada integrasi antar modul. Oleh karena itu, functional testing perlu dilengkapi dengan end-to-end testing untuk menutup celah tersebut.

Bagaimana teknik boundary value analysis meningkatkan efektivitas functional testing?

Boundary value analysis membantu menemukan bug yang muncul di tepi input domain, di mana sistem sering gagal mengelola nilai minimum, maksimum, atau transisi kritis. Dengan teknik ini, functional testing bisa lebih efisien karena mengurangi jumlah test case tanpa kehilangan cakupan penting.

Dalam continuous delivery, bagaimana functional testing bisa berjalan tanpa menghambat pipeline?

Functional testing dapat diotomatisasi dan diprioritaskan menggunakan risk-based testing. Test case dengan risiko tinggi dijalankan lebih awal, sementara yang lainnya dilakukan secara paralel atau pada tahap selanjutnya, sehingga pipeline tetap cepat namun validasi fungsi tetap terjamin.

Apa perbedaan peran functional testing manual dan automated dalam proyek besar?

Functional testing manual lebih cocok untuk skenario kompleks yang memerlukan observasi manusia, seperti usability atau validasi edge case yang sulit diotomatisasi. Automated functional testing lebih efektif untuk regresi berulang dan skenario standar, sehingga keduanya saling melengkapi.

Bagaimana functional testing berhubungan dengan acceptance testing dari sisi pengguna akhir?

Functional testing fokus pada validasi sistem sesuai requirement teknis, sementara acceptance testing memvalidasi apakah fungsi tersebut benar-benar memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pengguna. Dengan kata lain, functional testing menjawab “apakah sistem bekerja benar?”, sedangkan acceptance testing menjawab “apakah sistem ini bisa diterima pengguna?”.

Baca Juga : Apa itu Regression Testing? Tujuan, Teknik, dan Tools

Isi form berikut! Tim kami segera menghubungi Anda.

Butuh Bantuan ?