Pertumbuhan e-commerce adalah salah satu fenomena paling menonjol dari perkembangan ini. E-commerce telah menjadi salah satu pendorong utama transformasi digital di Indonesia, mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan kita, terutama dalam hal berbelanja dan menjalankan bisnis.
Jika Anda merupakan seseorang yang gemar berbelanja online, tentu Anda sudah tidak asing lagi dengan istilah e-commerce. Konsep e-commerce sering dipahami sebagai kegiatan jual beli produk, baik itu produk fisik maupun digital, yang dilakukan melalui internet.
Namun, definisi e-commerce sebenarnya lebih luas dari sekadar transaksi jual beli. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi pengertian e-commerce secara lebih mendalam, jenis-jenisnya, contohnya, manfaat yang ditawarkan, serta perkembangannya di Indonesia.
Apa itu E-Commerce?
Perdagangan elektronik atau e-commerce adalah semua aktivitas jual beli yang dilakukan melalui media elektronik. Walaupun istilah ini bisa mencakup transaksi yang dilakukan melalui televisi atau telepon, saat ini e-commerce lebih sering dihubungkan dengan transaksi yang dilakukan melalui internet.
Internet telah menjadi media utama dalam menjalankan e-commerce karena kemampuannya dalam menghubungkan penjual dan pembeli dari berbagai belahan dunia secara cepat dan efisien. Batasan geografis hampir tidak lagi menjadi hambatan, dan pasar global menjadi lebih mudah diakses oleh siapa saja.
Seringkali, e-commerce disalahpahami sebagai sinonim dari marketplace, padahal kedua istilah ini memiliki perbedaan yang signifikan. E-commerce merujuk pada semua jenis transaksi yang dilakukan menggunakan media elektronik, tidak terbatas pada platform tertentu.
Di sisi lain, marketplace adalah salah satu model dari e-commerce yang berperan sebagai perantara antara penjual dan pembeli. Dalam model ini, penjual hanya perlu fokus pada penjualan, sementara platform marketplace mengurus segala hal terkait pengelolaan situs, seperti Shopee dan Lazada.
Sejarah E-Commerce
Menurut Prasetyo Budi Widagdo, e-commerce mulai berkembang pada tahun 1970-an, bersamaan dengan munculnya layanan electronic fund transfer (EFT), yaitu pengiriman uang melalui saluran elektronik. Pada masa itu, penggunaan e-commerce masih sangat terbatas, dan hanya sedikit perusahaan yang memanfaatkannya, hal ini disebabkan oleh keterbatasan teknologi dan infrastruktur yang ada saat itu.
Namun, seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi, muncul electronic data interchange (EDI) yang memungkinkan pertukaran data elektronik secara lebih luas. Perusahaan manufaktur dan industri lain, termasuk jasa reservasi perjalanan, mulai memanfaatkan model perdagangan elektronik ini.
Pada tahun 1990, ketika internet mulai dikomersialkan, e-commerce mengalami pertumbuhan yang pesat, dan istilah electronic commerce pun mulai dikenal secara luas. Di Indonesia, perkembangannya juga tidak kalah pesatnya. Beberapa startup unicorn yang berasal dari Indonesia bahkan mengusung model bisnis e-commerce, menunjukkan betapa signifikan dampaknya dalam perekonomian.
Pertumbuhan E-Commerce di Indonesia
Pertumbuhan e-commerce di Indonesia mengalami lonjakan signifikan terutama setelah pandemi COVID-19. Pada awal tahun 2020, terjadi peningkatan transaksi bisnis online sebesar 33%, dengan nilai transaksi yang melonjak dari 253 triliun rupiah menjadi 337 triliun rupiah.
Pandemi mendorong perubahan perilaku konsumen yang lebih mengandalkan belanja online, mengingat keterbatasan aktivitas fisik dan kebutuhan akan kenyamanan serta keamanan dalam bertransaksi. Sebuah laporan yang dirilis oleh Google, Bain, dan Temasek pada Oktober 2020 mengungkapkan bahwa durasi akses platform e-commerce meningkat dari 37 jam menjadi 47 jam per hari.
Peningkatan transaksi ini diproyeksikan akan terus berlanjut setiap tahunnya, seiring dengan dukungan pemerintah yang mendorong perkembangan teknologi digital dan perbankan digital di Indonesia. Pertumbuhan e-commerce terbesar di Indonesia juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain meningkatnya jumlah penduduk, pengguna smartphone, serta pengguna internet dan media sosial yang semakin banyak.
Manfaat E-Commerce
Penggunaan e-commerce menawarkan berbagai manfaat signifikan, baik bagi pemilik bisnis maupun konsumen. Berikut adalah beberapa manfaat utama dari penggunaan e-commerce yang mendorong pertumbuhan bisnis.
1. Biaya Rendah
Salah satu keunggulan terbesar dari e-commerce adalah biaya yang jauh lebih rendah dibandingkan toko fisik. Ketika memutuskan membuka toko online, pemilik bisnis tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk sewa gedung, perawatan fisik toko, ataupun gaji karyawan yang mengoperasikan toko secara langsung. Dengan e-commerce, banyak pengeluaran tetap yang biasanya diperlukan oleh toko fisik dapat dihilangkan atau diminimalkan, seperti biaya listrik, air, dan keamanan.
2. Jangkauan Luas
Toko fisik pada umumnya hanya melayani konsumen yang berada di sekitar lokasi geografisnya, sehingga cakupannya terbatas. Sebaliknya, e-commerce memungkinkan produk atau layanan yang ditawarkan dapat diakses oleh konsumen dari berbagai daerah, bahkan dari negara yang berbeda. Penjual dapat memperluas jangkauan pasar mereka tanpa harus membuka cabang fisik di berbagai lokasi, yang tentunya akan memerlukan biaya besar.
3. Bisa Buka 24 Jam
Keuntungan lain adalah fleksibilitas waktu operasional. Toko online bisa buka selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu, tanpa adanya biaya tambahan seperti pada toko fisik. Toko fisik yang buka selama 24 jam akan membutuhkan tambahan karyawan, pengeluaran listrik, serta biaya keamanan lebih tinggi. Namun, dengan e-commerce, toko dapat tetap buka dan menerima pesanan kapan saja, bahkan saat pemilik bisnis sedang tidur.
4. Transaksi dan Pengiriman Barang Lebih Mudah
Saat ini, berbagai metode pengiriman barang dan pembayaran tersedia secara real-time, memberikan kemudahan bagi konsumen dalam melakukan transaksi di e-commerce. Kehadiran beragam pilihan pembayaran elektronik, seperti e-wallet, kartu kredit, dan transfer bank, memperluas opsi bagi konsumen untuk menyelesaikan pembayaran sesuai dengan preferensi mereka. Hal ini tentu menjadi keuntungan bagi bisnis karena mampu meningkatkan kepuasan pelanggan dan mempercepat proses transaksi.
5. Tidak Perlu Stok Barang
Dropshipping memungkinkan seseorang untuk menjalankan bisnis penjualan produk tanpa perlu mengelola inventaris barang. Sebagai dropshipper, seseorang hanya perlu fokus pada pemasaran dan penjualan produk tanpa perlu khawatir tentang penyimpanan atau pengiriman barang. Ketika ada pesanan masuk, dropshipper hanya perlu meneruskan pesanan tersebut kepada pemasok atau penjual utama. Setelah itu, penjual yang akan mengurusnya termasuk mengirim produk kepada pembeli.
6. Bisa Mempelajari Behavior Pelanggan
Dalam dunia bisnis, pemahaman yang mendalam tentang perilaku pelanggan merupakan elemen penting dalam merancang strategi pemasaran yang efektif dan mendorong peningkatan penjualan.Pemilik bisnis memiliki akses ke berbagai tools dan platform yang dapat membantu mereka menganalisis kebiasaan pelanggan secara lebih mendetail.
Memanfaatkan data dari perilaku pelanggan, seperti pola belanja, preferensi produk, dan interaksi dengan konten, memungkinkan bisnis membuat keputusan lebih tepat dan personal dalam menawarkan produk atau layanan. Salah satu tools analitik yang sangat populer dan bisa diintegrasikan dengan platform e-commerce adalah Google Analytics.
Jenis-Jenis E-Commerce
Ada beberapa jenis e-commerce yang berbeda berdasarkan siapa yang terlibat dalam transaksi tersebut. Berikut ini adalah beberapa jenis e-commerce yang umum ditemui:
1. Business to Business (B2B)
Business to Business (B2B) adalah jenis e-commerce di mana transaksi dilakukan antara dua entitas bisnis. Dalam model ini, sebuah perusahaan menjual produk atau jasa kepada perusahaan lain. Bentuk transaksi ini biasanya melibatkan pembelian dalam jumlah besar dan kontrak jangka panjang. B2B seringkali melibatkan proses negosiasi lebih kompleks dibandingkan transaksi yang melibatkan konsumen akhir.
2. Business to Public Administration (B2A)
Business to Public Administration (B2A) adalah bentuk e-commerce yang melibatkan transaksi antara perusahaan swasta dan organisasi pemerintah. Model ini sering kali mirip B2B, namun dalam konteks B2A, perusahaan biasanya menyediakan produk atau jasa untuk keperluan administrasi atau operasional pemerintahan.
3. Business to Consumer (B2C)
Dalam model bisnis ini, perusahaan menawarkan produk atau layanan secara langsung kepada konsumen perorangan. Contoh yang paling umum dari B2C adalah belanja daring, di mana pelanggan membeli barang dari platform e-commerce untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka. Transaksi B2C biasanya bersifat lebih sederhana dan cepat dibandingkan B2B atau B2A, karena melibatkan jumlah pembelian yang lebih kecil dan proses pembelian yang lebih ringkas.
4. Consumer to Business (C2B)
Model e-commerce Consumer to Business (C2B) merupakan kebalikan dari model Business to Consumer (B2C). Pada model ini, individu perorangan, seperti freelancer atau pelaku bisnis kecil, menawarkan produk atau jasa mereka kepada perusahaan. Dalam model C2B, perusahaan sering kali berfungsi sebagai pihak yang mencari layanan atau produk yang mereka butuhkan dari individu, dan ini bisa berupa kontrak satu kali atau kemitraan jangka panjang.
5. Consumer to Public Administration (C2A)
Jenis e-commerce Consumer to Public Administration (C2A) berfungsi serupa dengan model Consumer to Business (C2B), namun proses transaksinya terjadi antara individu dengan instansi pemerintah. Dalam model ini, individu perorangan bisa menyediakan berbagai layanan atau produk kepada badan publik, seperti konsultan yang menawarkan keahlian mereka dalam bidang tertentu untuk proyek pemerintah. Meski jenis transaksi ini mungkin tidak sepopuler model e-commerce lainnya, C2A memainkan peran penting dalam memperkuat hubungan antara masyarakat dan sektor publik.
6. Consumer to Consumer (C2C)
E-commerce dengan model Consumer to Consumer (C2C) adalah jenis transaksi online yang terjadi antara dua individu atau konsumen. Dalam model ini, seorang individu bisa menjual produk atau layanan mereka langsung kepada konsumen lain tanpa perantara perusahaan. Platform C2C ini juga sering dilengkapi fitur seperti ulasan pengguna dan sistem peringkat untuk meningkatkan kepercayaan dan keamanan dalam transaksi.
Contoh E-Commerce
Jika sebelumnya kita telah membahas enam kategori e-commerce, kali ini kita akan menjelaskan contoh dari masing-masing jenis e-commerce tersebut. Berikut ini adalah beberapa contoh dari setiap kategori e-commerce yang telah kita bahas sebelumnya:
1. Contoh E-Commerce B2B
Model ini berfokus pada penyediaan produk atau layanan yang digunakan dalam proses operasional bisnis lain. Di Indonesia, ada beberapa platform yang beroperasi dengan model B2B, seperti Ralali, Mbiz, dan Electronic City. Ralali, sebagai salah satu platform e-commerce, menawarkan beragam kebutuhan bisnis yang mencakup peralatan kantor hingga keperluan industri.
Mbiz, di sisi lain, berperan sebagai platform e-procurement yang membantu perusahaan dalam pengadaan barang secara online. Sementara itu, Electronic City menyediakan berbagai perangkat elektronik yang dibutuhkan oleh perusahaan.
2. Contoh E-Commerce B2C
Dalam model ini, perusahaan menjual produk atau layanan langsung kepada konsumen individu. Beberapa contoh marketplace yang termasuk ke dalam model e-commerce B2C di Indonesia antara lain Blibli, Lazada, dan Gramedia.
Blibli terkenal dengan berbagai macam produk yang ditawarkannya, mencakup segala kebutuhan mulai dari elektronik hingga barang-barang harian. Lazada, sebagai bagian dari grup Alibaba, juga menyediakan berbagai barang dengan diskon yang menarik. Gramedia, meskipun dikenal sebagai toko buku, juga menjual berbagai produk lainnya secara online.
3. Contoh E-Commerce B2A
Contoh model B2A di Indonesia meliputi platform seperti Qlue dan Accela. Qlue, misalnya, membantu pemerintah dan perusahaan dengan menyediakan solusi perangkat lunak yang mendukung pengelolaan kota cerdas atau smart city. Sementara itu, Accela berfokus pada penyediaan layanan administrasi publik melalui konsep software as a service (SaaS), yang memudahkan instansi pemerintah dalam menjalankan fungsinya secara efisien.
4. Contoh E-Commerce C2B
Di Indonesia, contoh situs web yang mengadopsi model e-commerce C2B termasuk Freelancer, Upwork, dan iStock. Freelancer dan Upwork memungkinkan para profesional untuk menawarkan jasa mereka, seperti desain grafis, penulisan, dan pemrograman, kepada perusahaan yang membutuhkan. Di sisi lain, iStock memberikan kesempatan bagi individu untuk menjual foto atau karya digital mereka kepada perusahaan yang memerlukan konten visual.
5. Contoh E-Commerce C2C
Beberapa contoh dari model e-commerce C2C di Indonesia meliputi Tokopedia, OLX, Kaskus, dan Shopee. Tokopedia dan Shopee, misalnya, memberikan platform yang memungkinkan pengguna untuk menjual berbagai barang baru maupun bekas. OLX fokus pada jual beli barang bekas, sedangkan Kaskus, yang awalnya adalah forum diskusi, kini juga menyediakan fitur jual beli antar pengguna.
E-Commerce Terbesar di Indonesia
Pada kuartal pertama tahun 2022, Shopee dan Tokopedia tetap menjadi raja pasar e-commerce di Indonesia. Berdasarkan data dari iPrice, Tokopedia berhasil menarik rata-rata 157,2 juta pengunjung per bulan melalui perangkat seluler dan desktop. Sementara itu, Shopee mencatatkan 132,8 juta pengunjung dalam periode yang sama.
Angka ini menegaskan dominasi kedua platform tersebut dalam industri e-commerce Tanah Air. Tokopedia mencatat peningkatan pengunjung sebesar 5,1% dibandingkan kuartal IV tahun 2021, di mana sebelumnya jumlah kunjungan tercatat sebanyak 149,6 juta. Peningkatan serupa juga dialami oleh Shopee, yang berhasil tumbuh 0,6% dari 131,9 juta pengunjung pada kuartal sebelumnya.
Selain Tokopedia dan Shopee, Lazada juga menunjukkan pergerakan signifikan di kuartal pertama 2022. Lazada berhasil naik ke posisi ketiga, menggeser Bukalapak yang turun ke peringkat empat. Lazada mencatat rata-rata 24,7 juta pengunjung per bulan, sementara Bukalapak mencatatkan 23,1 juta pengunjung. Perubahan lainnya terjadi pada Blibli yang turun ke posisi enam, sedangkan Orami naik ke peringkat lima.
Ralali dan Zalora juga mengalami pergeseran, dengan Ralali turun ke posisi tujuh dan Zalora naik ke peringkat delapan. Secara keseluruhan, peta persaingan e-commerce di Indonesia terus berubah dengan dinamika yang menarik. Anda dapat melihat rincian lengkap tentang peringkat top e-commerce Indonesia beserta rata-rata jumlah pengunjung bulanan mereka pada grafik di atas.
Sistem Pembayaran E-Commerce di Indonesia
Berikut adalah beberapa metode pembayaran non-tunai yang populer di Indonesia:
1. Direct Debit
Direct debit adalah metode pembayaran elektronik yang menggunakan kartu debit sebagai alat pembayarannya. Kartu ini diterbitkan oleh bank untuk memfasilitasi berbagai transaksi perbankan pemegang rekening. Biasanya, kartu debit digunakan secara fisik di merchant melalui mesin EDC (Electronic Data Capture) atau ATM. Namun, dengan layanan open banking dari BRIAPI, pembayaran online menggunakan kartu debit menjadi lebih mudah.
2. Virtual Account
Virtual account adalah akun bank virtual yang biasanya berupa nomor ID unik yang digunakan untuk setiap transaksi. Nomor ini berbeda untuk setiap pembayaran, sehingga memudahkan pelacakan dan verifikasi.
3. Dompet Digital atau E-Wallet dan E-Money
E-wallet dan e-money menjadi metode pembayaran non-tunai yang sangat populer di Indonesia. E-wallet memudahkan pembayaran di berbagai tempat, mulai dari tol, pom bensin, pusat perbelanjaan, hingga merchant online dan offline.
4. QRIS
QRIS adalah standar kode QR yang mengintegrasikan berbagai jenis QR code dari Penyedia Jasa Sistem Pembayaran (PJSP). Teknologi ini memungkinkan transaksi tanpa uang tunai tidak hanya di toko online, tetapi juga di merchant offline.
BRIAPI menawarkan layanan integrasi sistem pembayaran dengan QRIS, yang terdiri dari QRIS MPM Statis dan QRIS MPM Dinamis. Pada QRIS MPM Statis, merchant menampilkan kode QR yang dipindai oleh customer, sedangkan pada QRIS MPM Dinamis, kode QR yang berisi nominal transaksi dikeluarkan oleh mesin EDC milik merchant dan hanya berlaku untuk satu kali transaksi.
Manfaat Website sebagai Platform E-commerce
Saat ini, memulai bisnis e-commerce semakin mudah dilakukan. Ada tiga platform utama yang bisa digunakan untuk berjualan online, marketplace online (seperti Tokopedia dan Bukalapak), situs web pribadi, dan media sosial. Memang, menggunakan marketplace dan media sosial adalah cara yang lebih praktis.
Anda hanya perlu membuat akun dan mengatur toko online Anda tanpa biaya operasional di awal. Namun, meskipun metode ini cukup efektif, memiliki website untuk toko atau bisnis Anda tetaplah sangat penting. Mengapa demikian? Berikut penjelasannya:
1. Membangun kredibilitas
Media sosial dan marketplace memang menyediakan etalase online yang mudah digunakan. Namun, kemampuan Anda untuk memperkenalkan identitas bisnis terbatas pada platform ini. Umumnya, hanya deskripsi singkat yang bisa ditampilkan tentang produk atau layanan Anda.
Sebaliknya, jika bisnis Anda memiliki website sendiri, Anda dapat mengatur desain dan fitur toko online sesuai keinginan. Selain itu, penelitian oleh Verisign menunjukkan bahwa 84 persen konsumen lebih percaya pada pedagang online yang memiliki website dibandingkan yang hanya berjualan di media sosial.
2. Dapat berfungsi sebagai katalog
Ketika Anda menjual produk melalui media sosial atau marketplace, Anda memiliki keterbatasan dalam menjelaskan produk. Di sisi lain, website memungkinkan Anda untuk menyesuaikan tampilannya sesuai kebutuhan. Anda dapat memajang berbagai produk dengan deskripsi yang jelas untuk membantu calon pembeli memahami produk Anda dengan lebih baik.
3. Meningkatkan pelayanan kepada pembeli
Marketplace dan media sosial memang menyediakan fitur percakapan yang dapat diakses kapan saja. Namun, ketika jumlah pesan yang masuk meningkat, pengelolaannya bisa menjadi kacau, dan Anda mungkin melewatkan pesan dari calon pembeli.
Untuk mengatasi masalah ini, Anda memerlukan website yang dilengkapi fitur chat atau ticketing yang lebih terstruktur. Fitur ini memungkinkan Anda mengelola komunikasi dengan pembeli secara lebih efisien dan profesional.
4. Brand Anda lebih Mudah Ditemukan Melalui Mesin Pencarian
Penelitian dari GE Capital Retail Bank mengungkapkan bahwa 81 persen konsumen mencari informasi produk melalui mesin pencari sebelum melakukan pembelian. Selain itu, 60 persen pembeli mengunjungi situs e-commerce yang mereka temukan melalui pencarian sebelum memutuskan untuk membeli.
Melihat fakta tersebut, jelas bahwa berjualan hanya melalui marketplace atau media sosial tidak cukup untuk meningkatkan visibilitas merek Anda. Lebih baik, Anda mengelola bisnis secara mandiri dengan website e-commerce untuk memaksimalkan publikasi brand Anda.
5. Banyak Kompetitor Memiliki Website
Persaingan dalam bisnis digital sangatlah ketat, terutama jika produk atau layanan yang Anda tawarkan juga banyak dijual oleh pesaing lain. Ketika Anda masih bergantung pada marketplace, banyak pesaing sudah membangun merek mereka sendiri melalui situs web toko online mereka.
Selain itu, calon pembeli kini lebih cenderung menggunakan mesin pencari untuk menemukan merek yang terpercaya. Sebelum persaingan semakin meningkat, sebaiknya Anda mulai memanfaatkan website untuk mempromosikan bisnis Anda.
6. Membuat Website itu Mudah dan Murah
Banyak orang berpikir bahwa membuat website e-commerce adalah hal yang sulit. Padahal, proses pembuatan website tidak serumit yang dibayangkan. Sebelum membangun situs toko online pertama Anda, langkah pertama yang perlu diambil adalah membeli layanan hosting dan domain. Keduanya bisa didapatkan dengan biaya yang tidak terlalu besar. Misalnya, di Niagahoster, Anda bisa mendapatkan hosting mulai dari Rp 10.000 per bulan dan domain mulai dari Rp 14.000 per bulan.
Potensi Bisnis E-Commerce: Meningkatkan Kesempatan dan Keberlanjutan di Era Digital
Pada kesimpulan ini, penting untuk menyadari bahwa e-commerce bukan hanya sekedar tren, tetapi juga merupakan pilar utama dalam perkembangan bisnis modern. Di era digital yang semakin terhubung, potensi bisnis e-commerce terus tumbuh dengan pesat, membuka peluang besar bagi perusahaan untuk memperluas jangkauan pasar dan meningkatkan pendapatan.
Dengan adopsi teknologi yang semakin meluas dan perubahan perilaku konsumen yang lebih mengutamakan kenyamanan, bisnis e-commerce memiliki potensi untuk menjadi sumber pendapatan signifikan dan berkelanjutan bagi perusahaan.
Lebih jauh lagi, e-commerce memberikan akses ke pasar global, memungkinkan perusahaan untuk bersaing secara lebih efisien dan menjangkau konsumen di seluruh dunia. Dengan memanfaatkan analitik data dan strategi pemasaran yang cerdas, bisnis dapat lebih memahami kebutuhan konsumen dan menawarkan produk serta layanan yang lebih tepat sasaran.